Ketika Ekonomi Disamakan dengan Mesin: Analisis atas Sebuah Kekeliruan

Ketika Ekonomi Disamakan dengan Mesin: Analisis atas Sebuah Kekeliruan

Dalam menjelaskan kegiatan ekonomi sering dipakai metafora sebuah mesin mobil dan kecepatannya. Metafora mesin mobil adalah sebuah cara yang memudahkan penjelasan ekonomi tetapi dapat membawa pada kesimpulan yang salah. Sebuah mesin terdiri atas berbagai komponen yang rumit memang terlihat kompleks seperti struktur ekonomi. Namun, komponen-komponen mesin saat berdiri sendiri bersifat statis. Komponen-komponen mesin tersebut terhubung secara sistematis dengan interaksi yang diketahui dan bisa diprediksi. Dengan demikian, mesin tersebut bisa dikendalikan dan diarahkan.

Menggunakan bahan bakar terbaik, oli yang cukup, busi, sistem pendingin dan penyaluran udara, maka proses pembakaran dalam mesin dikendalikan dengan pedal gas dan persneling. Kecepatan mesin menggerakkan roda mobil diatur pedal gas dan rem, serta diarahkan setir ke tujuan dengan selamat. Seorang sopir yang baik dan tim ahli mekanik bisa memastikan mesin berjalan secara optimal.

Sayangnya, dinamika ekonomi bukan komponen-komponen yang setiap detailnya bisa dipahami dengan baik dan memiliki interaksi yang konstan seperti komponen mesin. Interaksi individu dan organisasinya bersifat dinamis imbal balik dan terus belajar untuk berevolusi. Setiap individu sebagai komponen sistem ekonomi memiliki konteks masing-masing yang tidak konsisten seperti komponen-komponen mobil yang interaksinya bersifat konstan.

Akibatnya perencanaan ideal yang dibuat oleh teknokrat cerdas sering sekali menimbulkan berbagai masalah. Di sisi lain, tindakan-tindakan individu yang kurang pendidikan formal dan seperti tidak terkoordinir bisa teratur (spontaneus order) menghasilkan yang lebih baik (Hayek, 1945). Kondisi ini menjadi kunci pembeda perencanaan pemerintah yang kaku dengan perencanaan individu yang sangat dinamis. Tiga contoh kebijakan pemerintah baru-baru ini menunjukkan betapa perencanaan pemerintah menimbulkan berbagai permasalahan yang menurunkan efisiensi ekonomi. Bila ekonomi tidak efisien maka berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi.

Pertama, tidak selarasnya kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dengan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) beras menyebabkan kekacauan industri yang berdampak pada kenaikan harga beras, khususnya harga beras medium dam premium. Implementasi kebijakan HPP dan HET sektor perberasan ini disertai berbagai tindakan yang mengganggu distribusi beras. Akhir Juni 2025 Bulog telah ‘menimbun’ stok beras 4,2 juta ton, tertinggi dalam sejarah. Tindakan Bulog ini lebih sebagai simbolisme daripada kebutuhan dinamis ekonomi.

Saat pasokan gabah ke penggilingan dan distributor beras swasta menurun, berbagai tuduhan dan ancaman hukum kepada pengusaha sebagai mafia beras merebak. Akibatnya peredaran beras medium dan premium tersendat. Harga beras premium naik sampai 6,5% ke Rp16.285 per kg di awal Agustus 2025 dari Rp15.287 per kg di akhir 2024. Kenaikan harga beras ini terjadi saat produksi gabah nasional tumbuh. Setelah lembaga pemerin-tah berhenti mengintervensi penggilingan gabah dan distribusi beras swasta maka harga beras perlahan stabil bahkan menurun.

Kedua, masalah distribusi BBM komersial di SPBU swasta seperti Shell, BP, dan Vivo. Masalah distribusi BBM ini makin menggema sejalan berbagai keluhan dari masyarakat dan kekhawatiran harus repot mengantre BBM meski sudah bayar mahal. Belum lagi layanan di SPBU Pertamina yang dianggap kurang memuaskan bagi sebagian masyarakat yang bersedia membayar lebih untuk pelayanan prima. Lagi-lagi intervensi pemerintah di bisnis BBM mempersulit proses distribusi barang yang merugikan pengusaha dan konsumen. Konyolnya di berbagai daerah sopir truk mengeluh harus mengantre berjam-jam untuk mendapatkan solar bersubsidi. Bila penyaluran BBM bersubsidi tidak bisa dikawal dengan baik oleh pemerintah mengapa distribusi BBM komersial oleh swasta yang berjalan baik harus diintervensi? Sebuah kebijakan yang tidak jelas arahnya. Ketiga, niat baik pemerintah memberikan Makan Bergizi Gratis bagi peserta didik di berbagai sekolah diwarnai kasus keracunan makanan. Padahal pemerintah sudah merencanakan MBG jauh-jauh hari, menyediakan anggaran puluhan triliun, dan mendi-rikan ribuan jaringan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) serta sistem distribusinya.

PENGETAHUAN PRAKTIS

Yang harus diperhatikan: semua program pemerintah tersebut direncanakan oleh birokrat terdidik terbaik dengan anggaran yang sangat besar. Kontras sekali dengan pelaku bisnis swasta yang sering merupakan produsen dan pedagang kecil, seperti pedagang beras dan warung makan. Usaha dagang dan warung kecil tersebut dikelola pekerja informal kurang terdidik dengan modal terbatas. Sedangkan pengusaha besar seperti SPBU swasta yang menjual BBM dengan harga lebih tinggi ternyata tetap dipercaya oleh masyarakat, menunjukkan adanya nilai lebih yang ditawarkan. Kekacauan akibat intervensi pemerintah di pasar bukan masalah kualitas pendidikan dan keterbatasan anggaran. Yang terjadi adalah kurangnya pengetahuan birokrat dan teknokrat akan kondisi dinamis riil di lapangan yang memerlukan pengetahuan unik praktis (tacit know-ledge). Para birokrat dan teknokrat memang memiliki pengetahuan formal, tetapi tidak memiliki pengetahuan praktis yang relevan untuk bisnis sehari-hari. Sedangkan para pengusaha yang terbatas pendidikan formalnya memiliki pengetahuan unik sesuai konteks kebutuhan bisnisnya untuk sukses (tacit knowled-ge) (Hayek, 1945). Dari penjelasan di atas ada dua interpretasi atas kegagalan intervensi peme-rintah dalam kegiatan ekonomi. Pertama, bila meyakini metafora ekonomi sebagai mesin, maka pemerintah sebagai tim sopir dan mekanik cenderung gagal mencapai kemampuan optimal mesin. Secara empiris, kegagalan pemerintah ini terlihat dari menurunnya pertumbuhan di era Presiden Jokowi. Era Presiden Jokowi memang diwarnai berbagai proyek ambisius pemerintah yang manfaat ekonominya ternyata tidak optimal. Kedua, bahwa dinamika interaksi ekonomi tidak sesederhana mesin yang mudah dikendalikan oleh sopir dan dirawat oleh mekanik. Kegiatan ekonomi adalah sebuah hubungan interaksi sosial dari manusia yang bisa berpikir mandiri dan perilakunya berubah sejalan dinamika sosial dan insentifnya. Presiden Prabowo harus mengambil pelajaran tersebut agar dapat membuat kebijakan ekonomi yang potensial meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan tidak mengulangi kesalahan intervensi ala Presiden Jokowi. Dikutip dari bisnis.com